" Besi tumpul dan berkarat bila dibakar dan ditempa terus menerus akan menjadi pedang tajam yang dapat memotong leher Sang Raja Dunia sekalipun "
-Sukmanahadi-

Tuesday, March 29, 2011

Aku Pinjam Uang Ayah, 5000 saja...

Seperti biasa, Toni, seorang kepala cabang sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba dirumahnya pada pukul 9 malam, sedikit telat memang.
Tidak seperti biasanya, Nanda, sang putra yang baru duduk di di kelas 2 SD yang membukakan pintu. Ia nampak sudah menunggu cukup lama.
"Kok Nanda belum tidur?", sapa Toni sambil mencium kening anaknya. Biasanya Nanda sudah lelap tertidur ketika Toni pulang dan baru akan terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor di pagi hari.
Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Nanda menjawab, "Nanda menunggu ayah pulang, Nanda mau bertanya berapa sih gaji ayah?".
"Lho, tumben, kok nanya gaji ayah segala? Mau minta uang lagi ya?".
"Ah, enggak, Nanda pengin tau aja". "Boleh, kamu hitung saja sendiri. Setiap hari ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,00 per hari.
Dan setiap bulan rata-rata ayah bekerja selam 25 hari. Jadi gaji ayah selama satu bulan berapa, hayo?"

Nanda berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi.
Nanda menghitungnya dengan sangat serius, sampai ditelitinya berulang-ulang. Ketika Toni beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Nanda berlari mengikutinya.
"Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,00 untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,00 dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok" perintah Toni. Tapi Nanda tak beranjak. Sambil memandang ayahnya berganti pakaian, Nanda kembali bertanya, "Ayah, Nanda boleh pinjam uang RP 5.000,00 nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam. Buat apa minta uang malam-malam begini. Ayah capek dan mau mandi dulu. Tidur sana"
Tapi, ayah...". Keasabaran toni sudah habis. Pekerjaan di kantornya seharian ini benar-benar menguras tenaganya.
"Ayah bilang tidur!" hardiknya mengejutkan Nanda. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Toni nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Nanda di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur.
Nanda didapatinya sedang mendekap erat kedua kaki kecilnya sambil menangis terisak-isak pelan.
Ia memegang uang recehan Rp 15.000,00 di tangan yang satu dan mainan ular tangga di tangan lainnya.
Sambil duduk dan mengelus kepala bocah kecil itu, Toni berkata, "Maafkan ayah, nak. Ayah sayang sama Nanda. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini?
Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp 5.000,00, lebih dari itu pun ayah beri"
Tangis Nanda terhenti. Ia bangkit dan duduk sambil memandang ayahnya.
"Ayah, Nanda nggak minta uang. Nanda pinjam, nanti Nanda kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini"
"iya, iya, tapi buat apa?" tanya Toni lembut.
"Nanda sudah menunggu ayah dari jam 7 . Nanda mau ajak ayah main ular tangga setengah jam saja. Tapi ibu bilang kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi Nada mau membeli waktu ayah"
"Nanda pecahkan tabungan, ada Rp 15.000,00. Tapi karena ayah bilang satu jam ayah dibayar Rp 40.000,00 maka setengah jam ayah berarti Rp 20.000,00. Uang tabungan Nanda kurang Rp 5.000,00. Makanya Nanda mau pinjam dari ayah" kata Nanda polos.
Toni terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah itu erat-erat. Air matanya mengalir pelan, menetes lembut diwajah sang putra.

No comments:

Post a Comment